01 Juni 2009

ANTARA SABAR DAN SYUKUR




Oleh MARSUDI FITRO WIBOWO
Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung
Jumat, (Wage) 29 Agustus 2008


SABAR adalah obat yang sangat manjur dan mendatangkan segala manfaat dan menolak segala madharat. Ia adalah salah satu sifat manusia yang beriman sebagai tanda manusia bertakwa. Barangsiapa menghiasi diri dengan sifat sabar maka ia akan mendapatkan ridha Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

Adapun bersabar dalam hati adalah menahan diri dan tidak berkeluh kesah yang menurut para ulama dikarenakan hati goyah dalam menghadapi kesulitan. Ada juga yang berpendapat, gelisah dan mengeluh karena menginginkan penderitaan dan kesusahan itu cepat berakhir, serta tidak menyerahkan kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, benteng agar seseorang bersabar adalah senantiasa mengingat bahwa kesusahan dan kesulitan itu datangnya dari Allah, dan telah menjadi ketentuan Allah SWT. Bersabar atau tidak, tidak mempengaruhi ketentuan Allah yang tertulis pada lauh al-mahfudz sehingga berkeluh kesah tidak bermanfaat sama sekali, bahkan sangat membahayakan.

Dengan demikian, sabar adalah salah satu penopang penting dalam kehidupan manusia. Sabar ini dapat dilihat dengan jelas pada setiap amal perbuatan manusia, baik amal dalam menjalankan perintah agama, maupun dalam melangsungkan kehidupan di dunia seperti usaha mencari rezeki. Untuk melaksanakan kesabaran dengan mudah, seseorang harus melanggengkan takwa, keyakinan, dan meyakini dengan seyakin-yakinnya akan hasil baik yang didapatkan sebagai balasan atas sikap sabar. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. al-Lail: 5-7).

Banyak sekali ayat al-Quran yang mendorong umat Islam untuk bersabar. Allah menyebut orang-orang sabar dengan ragam makna dan sifat. Banyak sekali derajat tinggi dan kebaikan yang disandarkan dengan kata sabar. Yang oleh karenanya derajat tinggi dan kebaikan adalah buah dari sifat sabar. Disamping itu, Allah akan memberikan pahala dan balasan yang berlimpah bagi orang yang bersabar serta mengumpulkan banyak kebaikan dan pahala bagi orang mereka yang mampu bersabar.

Dengan demikian, orang yang bersabar akan mendapatkan penghormatan dari Allah SWT. baik selama di dunia maupun di akhirat kelak. Kini, menjadi lebih jelas bahwa kebaikan dunia dan akhirat terdapat dalam sifat sabar, yakni tahan uji dan bermental kuat. Bahkan, semua pahala ibadah kadar dan besarannya dikaitkan dan ditentukan dengan tingkat kesabaran seseorang. Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada pemberian Tuhan yang lebih luas dan lebih baik seperti yang diberikan kepada orang-orang yang bersabar." (HR. Bukhari).

Menurut al-Ghazali di dalam Minhaaj al-'Aabidiin-nya, sabar terbagi dalam empat bagian, yakni: pertama, bersabar menjalankan ketaatan; kedua, sabar menahan diri dari perbuatan maksiat; ketiga, sabar menahan diri dari godaan dunia; dan keempat, sabar menghadapi cobaan dan musibah.

Jadi, seseorang yang telah bisa bersabar dari empat macam tersebut, berarti ia telah benar-benar taat. Ia bakal mendapat pahala, terhindar dari perbuatan maksiat, dan terhindar dari bahaya-bahaya dunia, serta tuntutan-tuntutan akhirat. Selain itu, Allah telah mengujinya dengan sifat tamak terhadap dunia, pada saat dirinya diliputi keragu-raguan. Seseorang yang lemah, tidak bisa bersabar, tidak akan mendapatkan manfaat-manfaat sikap bersabar. Ia akan terkena mudarat karena tidak kuat menanggung kesulitan-kesulitan yang timbul dari sikap taat. Ia hanya menginginkan manfaat, sedang bersikap sabar, ia tidak sanggup, apalagi memeliharanya. Berarti merusak. Sehingga ia tidak akan sampai ke kedudukan yang mulia, yakni derajat teguh. Allah SWT berfirman, “Kami balas orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Nahl: 96)

Sabar atau Syukur yang Utama?

Sesungguhnya syukur itu mengagungkan Allah Yang Memberi Nikmat, yakni mengukur nikmat-Nya agar kita tidak menjauhkan diri dan tidak bersifat kufur. Lantas kapan kita harus bersyukur? Kita wajib bersyukur tatkala mendapatkan kenikmatan, baik kenikmatan dunia maupun kenikmatan agama (akhirat). Sebagian ulama mengatakan, “Dalam keadaan menderita (ditimpa musibah) kita tidak perlu mensyukuri, tetapi kewajiban kita adalah bersabar menghadapi musibah itu.” Kata mereka selanjutnya, “Di dalam setiap kemudaratan selalu terkandung kenikmatan. Dan kita wajib mensyukuri nikmat itu, meskipun datangnya bersamaan dengan musibah.” Dengan demikian, manakah yang utama bersyukur atau bersabar?

Al-Ghazali dalam Ihyaa'-nya menyebutkan, “Manusia berbeda pendapat dalam memandang masalah ini. Sebagian orang mengatakan, 'sabar lebih utama daripada syukur.' Sebagian yang lain mengatakan, 'syukur lebih utama daripada sabar'. Dan sebagian yang lain lagi mengatakan, 'keduanya sederajat'.” Dalam pendapat lain, jika sabar disandarkan pada syukur yang melahirkan ketaatan maka syukur itu lebih utama karena dalam syukur terkandung sabar. Selain itu, syukur pertanda kegirangan dalam menerima nikmat Allah. Di dalam syukur juga terkandung kemampuan menanggung sakit.

Adapun di dalam Minhaaj-nya al-Ghazali menuturkan bahwa orang yang bersyukur adalah yang bersabar. Begitu juga orang yang bersabar pada hakikatnya adalah orang yang bersyukur. Dengan demikian, memang antara sabar dan syukur itu tidak dapat dipisahkan. Sebab, bersyukur terhadap berbagai macam cobaan dunia, berarti juga bersabar. Sesuai dengan makna besyukur itu sendiri, yakni mengagungkan kepada Pemberi Nikmat. Seorang penyabar tidak akan sepi dari nikmat. Dengan demikian, apabila bersabar dalam menerima derita, berarti pula bersyukur dan menahan diri tidak mengeluh, semata-mata karena mengagungkan Allah SWT.

Al-Ghazali menyebutkan semua pendapat di atas. Namun beliau tidak menegaskan pendapat manakah yang menurut pandangannya paling benar dan kuat. Bahkan ia mengatakan, “Setiap pendapat di atas mempunyai alasan. Bisa jadi orang miskin yang sabar lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur. Sebaliknya, bisa juga orang kaya yang bersyukur lebih utama daripada orang miskin yang sabar.” Oleh karena itu, cobaan dan kemiskinan terkadang membuat manusia berkeluh kesah serta ragu akan kekuasaan Allah Swt. Adapun mengenai kesehatan dan kekayaan memperkuat hubungan seorang hamba dengan penciptanya.

Hal ini betapa perlunya sabar dan syukur. Perlunya kesabaran dikarenakan dua hal: pertama, agar sampai ke tujuan ibadah. Sebab, dasar dari ibadah adalah bersabar dan sanggup menanggung penderitaan serta kesulitan. Orang yang tidak bersabar, tidak tahan uji, tidak akan sampai ke tujuan. Sebab, seseorang yang sudah berniat hendak beribadah pasti akan menghadapi berbagai ujian dan kesukaran dari berbagai segi; dan kedua, karena bersabar, akan membawa keberuntungan, baik selama di dunia maupun di akhirat. Di antaranya adalah keselamatan dan berhasil mencapai tujuan. Adapun perlunya bersyukur dikarenakan dua hal pula: pertama, agar kekal kenikmatan yang sangat besar itu. Sebab, jika tidak disyukuri, akan hilang; dan kedua agar nikmat yang telah kita dapatkan bertambah. Wallaahu'alam.***