In Memoriam 222 Tahun Silam Kelahiran Raffles
SEKILAS SEPAK TERJANG RAFFLES
Oleh MARSUDI FITRO WIBOWO
Harian Umum Pikiran Rakyat
Minggu, 06 Oktober 2003
SEPAK terjang Raffles di negeri kita (1811-1824) sungguh luar biasa sekali walau waktunya hanya sebentar. Dengan kejadian ini kita harus berpikir apa hikmah atas semua yang telah terjadi. Jika kita uraikan secara rinci tentang Raffles tentulah panjang sekali. Namun, sekadar mengingat catatan sejarah, kita akan kembali ke abad ke-19.
Siapa yang tak kenal dengan Raffles atau Sir Thomas Stamford Raffles seorang ahli politik bangsa Inggris. Hari ini tanggal 6 Juli adalah tanggal kelahiran Raffles 222 tahun silam. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Juli 1781 di atas sebuah kapal Ann di lepas pantai Jamaika, dengan kaptennya Benjamin Raffles yang sekaligus sebagai ayahnya sendiri. Kapal Ann yang memiliki berat 260 ton dan empat meriam. Raffles yang dikenal murah senyum ramah serta memerhatikan apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya.
Pada usia 14 tahun Raffles bekerja pada East India Company di London. Sepuluh tahun kemudian tepatnya tahun 1805, ia bekerja sebagai asisten sekretaris pada pemerintah jajahan di Pulau Penang. Di tahun 1806 Raffles diangkat menjadi sekretaris. Kemudian pada bulan September 1811 pihak Inggris mengangkatnya sebagai Lieutenant Governor of Java (Letnan Gubernur di Jawa) di bawah perintah Gubernur Jenderal Inggris Lord Minto di Madras India.
Sebelumnya, Daendels yang berkuasa dari tahun 1808 atas perintah Louis Napoleon pada tahun 1807 yang bertugas untuk memperbaiki pemeritnahan dan keuangan pemerintah jajahan. Daendels di tahun 1811 banyak ditentang oleh raja-raja di Jawa, seperti Hamengku Buwono II, Pangeran Natakusumah, dan para penguasa pribumi lainnya merencanakan untuk berontak terhadap Daendels. Hubungan Daendels dengan para raja Jawa sangatlah buruk yang memengaruhi kinerja Daendels untuk Belanda sehingga Daendels dipangil kembali ke Belanda dan digantikan oleh Jan Willem Janssens seorang gubernur jenderal yang diangkat oleh Napoleon untuk Hindia-Belanda dari tahun 1811.
Pergantian ini tidaklah seperti yang diduga yang akan lebih baik dari Daendels. Jansens menemui kesulitan-kesulitan, banyak ditentang oleh pemimpin dan rakyat pribumi. Tak lama kemudian datang tentara Inggris. Pasukan Inggris menyerang di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), kemudian ia lari ke arah timur dan menyerah di Tuntang pada tahun 1811. Pada akhirnya pihak Inggris memercayakan kepada Sir Thomas Samford Raffles untuk memerintah di Hindia Belanda.
Tahun 1811-1816, Raffles yang menjabat sebagai letnan gubernur di Jawa serta daerah-daerah taklukannya, menerapkan landrente atau pajak bumi yang diadakan dengan dasar hukum adat Indoensia. Prinsip yang digunakan oleh Raffles adalah berdasarkan teori liberialisme, seperti yang dipraktikkan Inggris di India.
Pada periode ini (1811-1816) Raffles menerapkan untuk memungut pajak tanah atau landrente dengan berupa uang dari penduduk. Akan tetapi, dengan penerapan cara ini tidak memuaskannya sebab perputaran uang pada sat itu belum memadai dan berjalan lancar. Ia menetapkan bahwa semua tanah adalah kepunyaan negara dan rakyat sebagai pemakai tanah wajib membayar sewa kepada pemerintah sehingga pemimpin-pemimpin pribumi seperti kesultanan dan bupati yang tidak taat kepadanya pemerintahannya akan dipecat. Adapun daerahnya diperintah langsung dari Betawi.
Pengaruh Raffles di Tanah Jawa selain menerapkan landrente. Ia pun membagi Pulau Jawa dengan 16 buah keresidenan serta mengurangi bupati-bupati yang berkuasa. Kesultanan Banten dihapuskan, kedaulatan Kesultanan Cirebon harus diserahkan kepada Inggris, Sultan Sepuh (Sultan Hamengkubuwono II) di Yogyakarta diasingkan ke Pulau Pinang (1812). Hal itu karena Sultan Sepuh bertentangan dengan Raffles. Sebagai gantinya, Sultan Hamengku Bowono III ayah dari Pangeran Diponegoro, Beliau meninggal (1814) hanya dua tahun memerintah. Kemudian diganti oleh adik Pangeran Diponegro yakni Pangeran Jarot.
Selain itu, separuh wilayah Yogyakarta diserahkan kepada Pangeran Natakusumah dengan maksud memperlemah Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Natakusumah yang diberi gelar Sri Paku Alam (1813). Kemudian Kesunanan Surakarta pun diperkecil kekuasaannya. Dalam pengaadilannya, Raffles menggunakan sistem jury sebagaimana yang diterapkan di Inggris.
Pada tahun 1816 Raffles harus menerima keputusan Konvensi London bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan oleh pihak Inggris. Kecuali Bangka, Belitung, dan Bengkulu yang diterima oleh Inggris dari Sultan Najamuddin Palembang. Dalam Konvensi London ini sebenarnya Raffles tidak setuju karena ia mengetahui kekayaan-kekayaan Indonesia yang sangat menguntungkan Inggris. Raffles ditarik ke Inggris dan diganti oleh John Fendall yang melaksanakan keputusan konvensi ini sekaligus melakukan serah terima antara Belanda dan Inggris. Penyerahan itu dierima oleh tiga komisaris jenderal dari Belanda yaitu Kolonel G.P.J. Elout, Buyskes, dan G.A.G. Ph., Baron van der Capellen. Ketiganya menjalankan tugas di Indonesia hingga tahun 1819.
Pada tahun 1817, Raffles ditugaskan kembali ke Indonesia tepatnya di Bengkulu dengan jabatan letnan gubernur jenderal. Namun, demikian tujuannya tidak tercapai untuk menguasai negeri ini karena sukar menaklukkan Belanda yang berada di daerah timur Indonesia yang memiliki pengaruh besar sekali terhadap penerapan sistem-sistemnya. Akan tetapi, dengan semangatnya dia berhasil menguasai Selat Malaka sehingga pada tanggal 20 Februari 1819 dia menduduki Singapura yang kala itu masih wilayah Kesultanan Johor untuk dijadikan benteng Inggris Raya di Asia Tenggara baik dalam segi militer maupun ekonomi. Hal itu diketahi Belanda kemudian Inggris diprotes atas pendudukannya sebab Belanda khawatir jika daerah Singapura menjadi pelabuhan ramai yang akan menjadi saingan Belanda.
Karena protes Belanda ini, diadakanlah perundingan yang menghasilkan Traktat London pada tahun 1824, menetapkan (1) Belanda melepaskan hak-haknya atas Malaka, Sailan, Kaap Koloni, dan lain-lain. (2) Inggris melepaskan haknya atas Bangka, Belitung, dan Bengkulu. (3) Belanda tidak boleh mengganggu kedaulatan Aceh. (4) Belanda harus menjamin keamanan pelayaran di Selat Malaka.
**
KARYA Raffles yang terkenal History of Java (1817), buku yang pada awalnya lebih dikenal di Eropa maka negeri kita masyhur pula di sana dengan berbagai budayanya yang eksotis. Raffles yang sangat besar perhatiannya dengan budaya di Indoensia sehingga dia megembangkan Museum Ethnografi Jakarta yang hingga kini masih berdiri dan sebelumnya sudah ada lembaga kebudayaan yang bernama Koninklijk Bataviaasch Genootschap atau Bataviaasch Genotschap van Kunsten en Wetenschappen.
Akhir kata, betapa berat perjuangan para leluhur kita mempertahankan harga diri bangsa dengan penuh derita. Suatu perjuangan yang menumpahkan darah dan air mata, mencerai-beraikan harta dan keluarga, tetapi semangat tetap berkobar demi satu kemenangan yakni kemerdekaan. Bebas dari penjajahan, suatu harapan cerah untuk anak cucu di masa mendatang. Sementara zaman telah merdeka perang saudara semakin menjadi, banyak yang berbuat keji dalam sebangsa, aniaya, dusta menjadi-jadi, dan lain-lain.***